SUBSTANSI UU NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ASN BERKAITAN PANGKAT, JABATAN, PENGEMBANGAN KARIER, POLA KARIER DAN PROMOSI
Salah
satu yang paling menarik dalam substansi UU ASN (UU Nomor 5 Tahun 2014) adalah
berkenaan dengan Pangkat dan Jabatan., Pengembangan Karier, Pola Karier dan
Promosi. Pembahasan terhadap keempat materi tersebut disusun secara berurutan
yakni pasal 68, 69, 70 dan 71 UU Aparatur Sipil Negara.
- PANGKAT DAN JABATAN (Pasal 68)
Jabatan
pemerintahan adalah salah satu poin penting yang sangat diperhatikan dalam
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. permasalahan jabatan yang kerap kali
ditemukan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya sepertinya
memberikan sudut pandang yang berbeda dari pemerintah dan DPR untuk dapat lebih
mengoptimalkan kinerja dan efektifitas para pejabat pemerintah.
Permasalahan
seperti penempatan pegawai ke dalam jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi
dan latar belakang pendidikan, sitem merit yang belum sepenuhnya berjalan
secara obyektif serta lekatnya kepentingan para pejabat politik dalam
penempatan pegawai dalam jabatan terutama jabatan struktural terbukti sangat
mempengaruhi materi penyusunan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ini.
Pakta-pakta
seperti jabatan pengelola keuangan yang diisi oleh pegawai dengan latar
belakang pendidikan non keuangan, pejabat bidang pemerintahan yang berasal dari
seorang sarjana ekonomi, atau bahkan seorang dokter gigi yang ditempatkan untuk
mengelola bidang ketentraman dan ketertiban adalah beberapa contoh nyata carut
marut mutasi dan promosi jabatan pada instansi pemerintahan.
Hal
ini menyebabkan dalam UU terbaru ini ditegaskan keharusan jabatan disesuaikan
dengan kompetensi, kualifikasi dan persyaratan yang dimiliki seorang pegawai,
Pasal 68 ayat 2 yang berbunyi : “Pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan perbandingan objektif
antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan
dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.”
Pasal
tersebut mengisyarakat bahwa ketentuan pertama dalam menempatkan pegawai ke
dalam jabatan tertentu adalah dengan membandingkan antara kompetensi,
kualifikasi dan persyaratan pegawai dengan komptensi, kualifikasi dan
persyaratan jabatan.
Jika
kompetensi, kualifikasi dan peryaratan saya artikan sebagai mutu pegawai dan
kompetensi, kualifikasi dan peryaratan saya artikan sebagai standar jabatan
maka tabelnya adalah sebagai berikut:
Perbandingan
|
Hasil
|
Mutu pegawai = standar jabatan
|
Layak
|
Mutu pegawai > standar jabatan
|
Layak
|
Mutu pegawai < standar jabatan
|
Tidak Layak
|
Selain
ketentuan tersebut di atas Pasal 68 ayat 3 berbunyi :
“Setiap
jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam
klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan
pola kerja.”
Ketentuan
tersebut menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai dalam
jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang klasifikasi jabatan
yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan pola kerja.
Hal
ini saya nilai merupakan langkah yang cemerlang, karena dengan melakukan
pengklasifikasian jabatan maka pegawai akan memiliki kepastian apakah ia sesuai
dengan jabatan tertentu atau sebaliknya. Dengan kepastian ini maka ia memiliki
jaminan terhadap masa depan karirnya yang akan menuntut dia ke dalam proses
pelaksanaan tugas yang efektif.
Hanya
yang perlu diperhatikan di sini adalah akurasi pengklasifikasian. Dengan
pengklasifikasian yang tepat maka penempatan pegawai dalam jabatan tertentu
akan sesuai dengan kompetensinya, akan tetapi jika pengklasifikasian tersebut
tidak tepat maka masih akan tetap terjadi penempatan yang orang salah dalam
jabatan yang salah “wrong man in the wrong place”.
Selain
berkenaan dengan beberapa hal di atas ketentuan tentang pangkat dan jabatan
dalam UU ASN ini juga memberikan peluang bagi pegawai untuk dapat berpindah
antara instansi daerah, propinsi maupun pusat, juga dimungkinkan adanya
pengisian jabatan TNI dan Polri dari aparatur sipil.
Lebih
lanjut berkenaan dengan pangkat dan jabatan ini akan kita lihat dalam peraturan
pelaksanaannya yang akan disusun kemudian, semoga peraturan pelaksanaannya
nanti mampu menjabarkan secara tepat substansi pasal 68 ini, sehingga tercipta
mekanisme penempatan pegawai dalam jabatan yang lebih obyektif yang mampu
memacu kinerja pegawai sipil negara.
Dengan
akurasi yang optimal dalam pengklasifikasian maka saya yakin akan membawa
perubahan nyata terhadap kinerja pegawai dan organisasi karena
Lebih
dari itu kita juga berharap dengan kehadiran KASN mampu mengawasi pelaksanaan
ketentuan ini secara optimal sehingga kedepan tidak lagi kita temukan
penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang dan kompetensinya.
2.PENGEMBANGAN
KARIER
Pengembangan
karier dapat kita artikan sebagai sebuah pergerakan vertikal dari jabatan
pegawai negara atau aparatur sipil, yakni naik atau turunnya seorang pegawai
dalam pangkat maupun jabatannya.
Berkenaan
dengan pengambangan karier ini UU ASN memberikan isyarat untuk diperhatikannya
enam hal sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 Ayat 1 dan 2 yakni
- Kualifikasi:
- Kompetensi:
- Kinerja;
- Kebutuhan organisasi;
- Mempertimbangkan Integritas;
- Mempertimbangkan Moralitas.
Kualifikasi
yang dimaksud meskipun tidak dijelaskan dalam ketentuan undang-undang ini, saya
memandangnya sangat berkaitan erat dengan pengklasifikasian yang diamanatkan
dalam Pasal 68. Setelah dilakukan pengklasifikasi jabatan maka tentunya akan
mengerucut pada ketentuan jabatan tertentu yang hanya dapat diisi oleh pegawai
dengan kualifikasi tertentu. Pegawai yang tidak sesuai dengan kualifikasi
jabatan tersebut otomatis gugur dan tak dapat menempati jabatan tersebut.
Kualifikasi ini dapat dilihat dari senioritas dan dafatar urut kepangkatan.
Kompetensi
yang dimaksud di atas dijelaskan dalam ayat selanjutnya yakni ayat 3 pasal 69
berupa kompetensi teknis (pendidikan, diklat teknis dan pengalaman), kompetensi
manajerial (tingkat pendidikan, diklat struktural dan pengalaman) dan
kompetensi sosiokultural tentunya kompetensi terakhir ini sangat berkaitan
dengan kemampuan pegawai dalam memahami kondisi masyarakat yang dilayani.
Berkenaan
dengan kompetensi memang ada beberapa yang absurd seperti kompetensi
sosiokultural yang memang sulit untuk diukur serta indikatornyapun akan dapat
kita artikan secara berbeda antara satu pegawai dengan pegawai lainnya.
Perbedaan pandangan terhadap komptensi ini akan sangat mungkin terjadi.
Akan
tetapi untuk kompetensi teknis dan manajerial sesungguhnya kita dapat menyusun
sebuah indikator yang terukur dan disepakati bersama, misal tentang pendidikan
teknis ini tentunya dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, diklat teknis
dan kursus-kursus yang pernah diikuti. Pun dengan kemampuan Manajerial ia dapat
diukur dengan melihat pengalaman bekerja atau pengalaman menduduki jabatan
tertentu, diklat struktural yang telah diikuti dan lain sebagainya.
Akan
tetapi yang perlu diperhatikan di sini tataran pelaksanaan. jika saat ini masih
banyak terjadi pegawai yang melaksanakan pendidikan setelah ia duduk dalam
jabatan, maka sebaiknya hal tersebut tidak boleh terjadi lagi. Disinilah
penting ketentuan pelaksanaan yang secara tepat menjabarkan substansi pasal ini
dengan tegas. Jangan ada peluang untuk kemungkinan hal itu terjadi. Misalnya
kenaikan pangkat pilihan dan istimewa, ini adalah beberapa peluang yang membuat
ketentuan terdahulu tidak tegas. Jikapun harus ada kenaikan pangkat seperti itu
maka indikatornya harus jelas dan terukur.
Berkenaan
dengan kinerja, saya sangat konsern terhadap hal ini. Organisasi pemerintah
tentunya bukanlah organisasi privat yang dapat relatif lebih mudah mengukur
kinerja pegawainya. Jika dalam organisasi privat kita dapat mengukur kinerja
dengan membandingkan input dengan output, melihat keuntungan perusahaan yang
meningkat maka dalam organisasi pemerintah yang nirlaba maka kinerja tidak
dapat diukur dari jumlah uang atau materi yang dihasilkan.
Oleh
Karena itu perlu disusun sebuah indikator jelas dan terukur berkaitan dengan
kinerja pegawai. Kehadiran Tim Penilai Kinerja sebagaimana amanat Pasal 72
Undang-Undang ini adalah merupakan langkah positif. Tentunya denga ketentuan
pelaksanaan Tim ini harus obyektif. Tim harus mampu melaksanakan tugasnya
secara profesional, jujur dan transfaran melalui indikator pengukuran yang
terukur.
Jangan
sampai keberadaan tim Penilai ini serupa dengan keberadaan Baperjakat saat ini
yang sarat dengan kepentingan politik.
Penempatan
pegawai sesuai denga kompetensi tentunya bukan tanpa resiko, permasalahan yang
akan muncul dengan penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi adalah
kemungkinan terjadinya ketidak seimbangan jumlah pegawai.
Kita
menyadari bahwa kondisi pegawai pemerintah saat ini berdasarkan kemampuan atau
komeptensi sangatlah tidak seimbang. Pegawai dalam beberapa sektor yang
bersifat teknis seperti sektor kesehatan, sektor keuangan serta sektor teknis
lainya dirasakan masih jauh dari memadai baik kuantitas maupun kualitanyas.
Kebanyakan
pegawai negeri saat ini memiliki latar belakang sarjana pemerintahan, manajemen
maupun sarjana administrasi negara. sehingga jika kebijakan penempatan pegawai
harus disesuaikan denga latar belakang pendidikan dan kompetensi maka
kemungkinan Instansi pada bidang pemerintahan umum akan over kapasitas
sementara pegawai pada instansi teknis akan kekurangan pegawai.
Akan
tetapi hal tersebut saya kira akan mampu kita selesaikan dengan merancang sebuah
metode pendidikan khusus untuk meningkatkan kompetensi pegawai dalam bidang
tertentu. Pelaksanakan pendidikan pelatihan formal semisal pra jabatan, diklat
pim serta kursus-kursus spesialisasi haruslah segera dirancang disesuaikan
dengan bidang tugas pegawai masing-masing.
Pembagian
jurusan ketika Prajabatan, diklat kepemimpinan maupun kursus-kursus yang
dilaksanakan oleh pemerintah kedepan perlu disusun sedemikian rupa. Sehingga
tentunya selain kemampuan manajerial yang coba ditanamkan dalam pendidikan tersebut
pengetahuan-pengetahuan teknispun tidak luput untuk disampaikan sebagai bagian
dari mata pelajaran pendidikan.
Dengan
begitu meskipun latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan lingkungan
pekerjaan akan tetapi akselerasi melalui diklat akan dapat membuat pegawai
mengejar ketertinggalannya dari para pegawai yang memiliki latar belakang
pendidikan yang sesuai dengan bidang penugasannya tersebut.
Hal
ini adalah tanggung jawab Lembaga Administrasi Negara sebagai lembaga yang
memiliki kewenangan dalam upaya pengembangan kompetensi pegawai sebagaiman
tercantum dalam Pasal 43 dan 44 huruf b yakni “membina dan menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN berbasis kompetensi”.
Pelatihan
berbasis kompetensi ini saya maknai sebagai sebuah pendidikan yang dirancang
untuk mengambangkan kemampuan pegawai disesuaikan dengan komptensi yang
dimilikinya. Sehingga mengadakan jurusan dalam jenjang pendidikan karir serta
pendidikan khusus harus senatiasa dilakukan secara terprogram sistematis dan
baku.
Untuk
mewujudkan hal tersebut tentunya Lembaga Administasi Negara perlu menyusun
sebuah metode baku tentang jenjang pengembangan kompetensi pegawai yang
terprogram, sistematis, berbasis kompetensi, serta mendukung pengembangan karir
para pegawai.
Jabatan
bagaimanapun juga merupakan idaman dan keinginan dari setiap pegawai, oleh
karena itu jaminan yang jelas terhadap pengembangan karir seorang pegawai
adalah sebuah keniscayaan bagi terciptanya organisasi yang efektif.
Menciptakan
organisasi yang efektif haruslah dimulai dari meningkatkan efektifitas pegawai.
Tanpa ada jaminan terhadap pengembangan karir seorang pegawai maka peningkatan
efektifitas organisasi adalah sebuah kemustahilan.
Hal
itulah yang selama ini terjadi, tidak adanya pola pengembangan karir yang jelas
menyebabkan pegawai tidak memiliki motivasi untuk berprestasi, hal ini
menyebabkan organisasi berjalan di tempat atau paling tidak berjalan lambat.
Oleh
karena itu pengembangan karier yang jelas dan terukur sangatlah penting untuk
disusun.
Masih
berkenaan dengan pengembangan Karir, UU ASN ini juga menciptakan sebuah
terubusan baru dalam hal peningkatan Komptensi Pegawai Negeri yakni sebagaimana
tercantum dalam Pasal 70 Ayat 2, yang pada intinya adalah tentang perlunya
disusun sebuah rencana pengembangan kompetensi pegawai negeri per tahun
Anggaran.
Pelaksanaan
pengembangan potensi tersebut lebih rinci dijelaskan dalam pasal 70 ayat 3 dan
4 yakni melalui penempatan sementara (magang) di beberapa instansi baik pusat
maupun daerah paling lama 1 tahun serta melalui pertukaran dengan instansi
swasta dengan jangka waktu paling lama satu Tahun.
Seluruh
kegiatan tersebut dilakukan melalui koordinasi dengan Lembaga Administrasi
Negara (LAN)
Meskipun
ini terobosan yang sangat baik akan tetapi memang menjadi sebuah pertanyaan.
Apakah cara lain dapat digunakan? Karena dengan ketentuan pasal 70 ayat 3 dan
4, maka seolah-olah upaya pengembangan kompetensi pegawai dibatasi kepada dua
cara tersebut. Padahal sesungguhnya masih banyak upaya lain untuk mengembangkan
kompetensi pegawai, seperti melalui kursus dan pelatihan oleh lembaga-lembaga
profesional.
- POLA KARIER
Pola
Karier seyogyanya sangat berhubungan erat dengan pengembangan Karier. Isi Pasal
71 Ayat 1 dan 2 UU ASN yang membahas tentang pola karier menunjukkan
tentang pentingnya disusun sebuah pola karier yang terintegrasi dan bersifat
nasional (Pasal 1) dan penyusunan tersebut dilaksanakan oleh masing-masing
instansi pemerintah (2).
Ketentuan
tersebut dapat diartikan bahwa pola karier meskipun disusun oleh masing-masing
instansi baik pemerintah pusat (kementerian, non kementerian dan lembaga negara
lainnya) pemerintah provinsi dan Kabupaten/kota, akan tetapi harus terintegrasi
secara nasional.
Jika
Pengembangan karier menunjuk pada pegawai, yakni upaya meningkatkan karier
pegawai, maka pola karier adalah cetak biru atau pedoman terhadap kemungkinan
jenjang karier yang akan dilalui oleh seorang pegawai.
Pola
karier ini juga selain berfungsi untuk sebagai pedoman penjenganjang karir
pegawai berfungsi juga sebagai alat memotovasi pegawai dalam bekerja. Pola
karir yang baik akan memberikan kepastian kepada pegawai tentang pelaksanaan
tugasnya yang akan menentukan masa depannya dalam organisasi.
Kepastian
seperti promosi dalam jabatan, sanksi terhadap pelanggaran sebagai akibat dari
pekerjaanya akan memacu pegawai untuk senantiasa bekerja secara maksimal. Oleh
karena itu pola karir yang jelas sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan
kinerja pegawai yang akan berujung kepada kinerja pemerintah secara
keseluruhan.
Pola
karier ini meskipun belum dijelaskan dalam Undang-Undang ini, menurut saya di
dalamnya harus mencakup pembagian jabatan berdasarkan kompetensi,
karakteristik, mekanisme dan pola kerja sebagaimana ketentuan pasal 68,
persyaratan untuk mendudukinya berdasarkan kualifikasi, kompetensi, Moralitas
dan integritas pegawai serta kebutuhan instansi sebagaimana ketentuan pasal 69,
Alur promosi, mutasi dan demosi pegawai yang pasti serta rewards dan punishment
yang konsisten bagi pegawai.
Selain
berkenaan dengan jabatan pola karier juga harus mencakup tentang kemungkinan
peningkatan dan penurunan pangkat baik reguler, pilihan maupun istimewa yang
dilaksanakan secara terukur dan dengan indikator yang jelas dan disepakati
bersama oleh pegawai.
Pola
karier ini harus disusun secara transparan dan diketahui oleh khalayak umum
terutama para pegawai. Sehingga setiap pegawai memahami konsekuensi dari setiap
pelaksanaan pekerjaan terhadap karier organisasinya di masa yang akan datang.
Lebih
lanjut dari itu semua pedoman pola karier yang telah disusun tersebut harus
dilaksanakan secara konsisten dan ditegakkan setegak-tegaknya.
Berkenaan
dengan Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) yang ada berdasarkan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, tidak sedikitpun pasal yang membahasnya.
Penulis belum bisa menarik kesimpulan karena tidak adanya ketentuan yang secara
jelas membubarkan atau menetapkan keberadaan organisasi ini. Hal tersebut
kemungkinan akan lebih jelas dijabarkan dalam peraturan pelaksana karena dalam
undang-undang sebelumnya tersebut Baperjakat dibentuk berdasarkan PP Nomor 100
Tahun 2002. Tapi jika kita mengambil kesimpulan sementara maka Fungsi
Baperjakat ini telah diambil alih oleh tim penilai kinerja pegawai yang
dibentuk oleh pejabat berwenang.
- PROMOSI (Pasal 71)
Promosi
sesungguhnya sangat terkait erat dengan jabatan, pengembangan karier dan pola
karier sehingga pembahasannyapun saya kira telah secara komprehensif
tersampaikan pada pembahasan di atas.
Mungkin
yang dapat ditambahkan disini adalah berkenaan dengan amanat dibentuknya Tim
Penilai Kinerja PNS, yang bertugas memberikan pertimbangan terhadap usulan
penempatan pegawai dalam sebuah jabatan promosi.
Tim
Penilai ini dibentuk oleh Pejabat Berwenang. Pejabat berwenang adalah
Sekretaris Daerah di lingkungan Pemerintah daerah dan untuk instansi pemerintah
lainnya silahkan lihat artikel saya sebelumnya tentang Substansi UU ASN (1).
5.PERSEPSI
DINI TENTANG JABATAN DALAM UU ASN
Sebelum
UU ASN ini disetujui bersama oleh DPR dan pemerintah yang kemudian akan
disahkan sebagai Undang-Undang, terdapat beberapa persepsi yang berkembang di
kalangan pegawai negeri terutama menyangkut jabatan pegawai. Persepsi tersebut
diantaranya :
- Hilangnya Jabatan Struktural setingkat Esselon III ke bawah;
- Jabatan Esselon III ke bawah berubah menjadi jabatan fungsional;
- Adanya kemungkinan jabatan struktural yang diisi oleh Pegawai dengan Perjanjian Kontrak.
Berdasarkan
analisis penulis yang serba terbatas terhadap substansi Pasal 68 – 71
Undang-Undang ASN ini maka beberapa persepsi tersebut dapat dikatakan tidak
sepenuhnya benar.
- Berkenaan dengan hilangnya jabatan struktural esselon III ke bawah, maka persepsi tersebut dapat dikatakan benar jika yang kita bicarakan adalah nomenklatur esselonering. Akan tetapi hal tersebut tidak berarti hilangnya jabatan struktural itu. Jabatan esselon III ke bawah akan tetap ada hanya yang berubah adalah nomenklaturnya yakni :
No
|
Jabatan struktural Menurut UU 43
Tahun 1999
|
Jabatan Struktural Menurut UU ASN
5 Tahun 2014
|
1.
|
Esselon I dan II
|
Pejabat Pimpinan Tinggi
|
2
|
Esselon III
|
Administrator
|
3.
|
Esselon IV
|
Pengawas
|
4.
|
Esselon V dan Pelaksana
|
Pelaksana
|
Pasal
(131)
- Berkenaan dengan Persepsi bahwa jabatan esselon III ke bawah berubah menjadi jabatan fungsional hal ini juga terbukti tidak tepat, karena UU ASN tidak mengkelompokkan jabatan administrator, pengawas dan pelaksana ke dalam golongan jabatan fungsional melainkan mengkategorikannya sebagai jabatan administrasi.(Pasal 13)
- Berkenaan dengan persepsi bahwa jabatan ASN dapat diisi oleh PPPK (pegawai kontrak) itu juga relatif tidak benar karena sebagaimana ketentuan Pasal 93, yakni bahwa manajemen PPPK hanya meliputi:
- penetapan kebutuhan;
- pengadaan;
- penilaian kinerja;
- gaji dan tunjangan;
- pengembangan kompetensi;
- pemberian penghargaan;
- disiplin;
- pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
- perlindungan.
Sehingga
di dalamnya tidak meliputi kemungkinan pangkat dan jabatan, pengembangan karier
serta promosi dan mutasi sebagaimana ditemukan dalam manajemen PNS.
Kesimpulan
Berkenaan
dengan Pangkat dan Jabatan, UU ASN sedemikian rupa telah membentuk sebuah
mekanisme ideal untuk menciptakan organisasi pemerintah yang profesional.
Penempatan pegawai berdasarkan kualifikasi, kompetensi, moralitas dan
integritas pegawai serta kebutuhan organisasi adalah salah satu bentuk
idealisme tersebut.
Pembagian
jabatan berdasarkan kompetensi teknis, karakteristik dan pola kerja juga
merupakan bentuk lain dari upaya pemerintah menciptakan kondisi “right man on
the right place” yang selama ini seperti hanya mimpi belaka.
Selain
itu ketentuan tentang pengembangan dan pola karier yang harus disusun secara
jelas oleh seluruh instansi pemerintah yang terintegrasi secara nasional juga
adalah sesuatu yang selama ini didam-idamkan oleh para pegawai pada tataran
implementasi.
Didukukung
dengan keberadaan KASN dan Tim penilai kinerja sebagai lembaga pengawas
kebijakan kepegawaian dan lembaga pengukur efektifitas kinerja pegawai maka
menurut saya sistem kepegawaian ini sudah cukup ideal.
Akan
tetapi diantara berbagai keunggulan tersebut yang terpenting adalah tataran
pelaksanaan. Konsistensi dalam aturan pelaksanaan yang akan disusun ke depan,
penjabaran yang tepat terhadap substansi undang-undang serta pelaksanaan
konsisten dari seluruh stakeholder pelaksanalah yang akan menentukan tingkat
efektifitas Undang-Undang ini terhadap peningkatan mutu kinerja pegawai negeri
di masa yang akan datang.
Pengalaman
membuktikan berbagai upaya penciptaan kondisi efektif organisasi pemerintah
terbentur pada dua hal yakni mindset pegawai negeri yang masih
terbelakang (negatif) dan budaya organisasi yang negatif.
Mindset
pegawai negeri sebagai pekerjaan aman tanpa resiko pemecatan, PHK dan lain
sebagainya begitu mendarah daging dalam diri pegawai negeri dan budaya
organisasi yang masih permisif terhadap berbagai pelanggaran adalah dua hal
penting yang harus segera diperhatikan. https://diklatbkdsidoarjo.wordpress.com/2016/07/27/substansi-uu-asn-tentang-pangkat-jabatan-pengembangan-karier-pola-karier-dan-promosi/
Komentar
Posting Komentar